Membentuk Karakter Anak dengan Dongeng
- oleh dinsos@kulonprogokab.go.id
- 13 November 2023 10:59:05
- 73 views

Membentuk Karakter Anak dengan Dongeng
Bisri Mustofa, S.Sos, M.IP
Penyuluh Sosial Muda Dinas Sosial PPPA Kabupaten Kulon Progo
”Mendidik anak memang tidak mudah.” Kalimat itulah yang sering kita dengar dari sebagian orang tua. Dengan cara lembut, ada yang mengatakan, sampai kapan cara tersebut berakhir? ‘Sabar ada batasnya’. Padahal, cara keras, bukannya semakin baik, akan tetapi justru membuat anak dendam dan melawan.
Opini orang tua tersebut mengandung keputusasaan yang mendalam. Memang, mendidik anak merupakan amanah yang harus dijalankan. Orang tua tidak bisa menghindari tanggung jawab yang mulia itu. Ironisnya, ada sebagian orang tua yang dengan keputusasaannya menyerahkan pendidikan anaknya kepada pembantu. Akibatnya, anak mereka menjadi anak pembantu.
Apabila amanah yang dijalankan terasa berat, mungkin metode mendidik anak yang harus diubah. Parenting dengan cara-cara yang tidak menarik akan kalah dengan cara media elektronik mendidik anak kita. Padahal, sebagian besar tayangan media tidak mendidik. Adegan kekerasan, pergaulan bebas, antagonis dan sederet karakter negatif lainnya menjadikan anak semakin tidak memiliki nilai-nilai kebaikan.
Di antara cara atau metode mendidik anak yang mudah adalah dengan bercerita. Sebagian besar anak senang dengan cerita, baik cerita yang sesungguhnya maupun sekadar dongeng fiksi belaka. Ketika anak ditawari untuk dibacakan cerita atau mendengarkan suatu kisah maka anak akan diam dan menunggu cerita itu. Ketika sebuah kelas ditawari oleh gurunya bercerita, maka anak akan mengikuti dengan antusias.
Melalui dongeng atau cerita, daya imajinasi anak akan berkembang. Anak akan dibawa ke dunia lain yang begitu bebas, luas, bahkan liar. Alur cerita dapat dibuat sedemikian rupa sehingga pengalaman baru yang hanya tampil dalam bayangan seakan dapat mereka wujudkan dalam kenyataan. Dongeng akan lebih mereka ingat daripada hafalan mata pelajaran tertentu.
Anak mempunyai kebutuhan pengembangan imajinasi, dan dongeng atau bercerita merupakan sarana yang ampuh untuk itu. Tanpa imajinasi, akal tidak aktif, mandeg, bahkan mati. Dengan imajinasi, anak dilatih untuk memecahkan bergam masalah. Kreativitas anak juga berasal dari imajinasi yang kuat, yang dibangun di antaranya melalui cerita atau dongeng yang pernah didengarnya.
Manfaat lain dari dongeng adalah menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan moral dan menanamkan nilai kebaikan. Tanpa disuruh, anak dengan sendirinya menyerap nilai-nilai moral yang diajarkan oleh sebuah dongeng hingga membekas dalam sanubarinya. Nilai-nilai moral yang disampaikan melalui dongeng jauh lebih efektif dan bermakna dibandingkan dengan nasihat atau ceramah biasa.
Kita mengakui bahwa cerita yang telah kita dengar dari orang tua kita masih selalu membekas di hati kita. Seperti cerita Cinderella, Bawang Putih dan Bawang Merah, Samson dan Delilah, serta Malin Kundang. Tanpa terasa kisah tersebut ikut memberikan warna, bahkan sangat berperan dalam membentuk kepribadian, baik ketika baru mendengar cerita itu sampai dewasa. Anak akan selalu ingat bahwa sifat buruk Bawang Merah akan berakibat yang tidak baik bagi dirinya. Anak akan selalu ingat bahwa durhakanya Malin Kundang kepada ibunya mengakibatkan sesuatu yang tidak baik.
Kita sepakat bahwa mendongeng bagi anak adalah sangat baik. Akan tetapi yang terjadi adalah alasan yang kerap muncul kenapa orang tua dan pendidik belum mau mendongeng. Di antara alasannya adalah bahwa mereka belum bisa penjadi pendongeng, tidak punya banyak cerita, dan merasa tidak percaya diri untuk mendongeng. Semua alasan ini, pasti ada solusinya, dan bila terus-menerus dilatih, maka mendogeng akan menjadi mudah untuk dilakukan.
Jangan sampai kita dianggap sebagai orang tua zaman sekarang yang sudah tidak lagi memperhatikan masalah ini. Jangankan untuk bercerita kepada anak, sekadar memberikan nasihat saja tidak mempunyai cara yang baik dan waktu yang cukup. Anak dibiarkan mencari sendiri dongeng yang sesuai dengan seleranya sendiri. Orang tua merelakan anaknya untuk dibentuk kepribadiannya oleh sinetron, film kartun, animasi ataupun video garne.
Oleh sebab itu, kita tidak bisa menyalahkan anak yang mempunyai perilaku keras, melawan, destruktif, nakal, bandel dan tidak menurut. Kita harus menyadari bahwa sebagian besar perilaku dan karakter anak bukan dari pendidikan yang kita berikan, akan tetapi dari sumber-sumber belajar yang tidak tepat.
Untuk itu, sebagai orang tua harus menata kembali cara mendidik anak kita menuju yang lebih baik. Mereformasi metode mendidik yang efektif akan mampu mengubah karakter anak yang negatif menjadi positif. Tentunya diperlukan usaha yang ekstra serta berdoa kepada Allah agar diberi keluarga yang sakinah. Doa itu adalah sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, ”Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan ayat 74)